In this development step of the design and delivery model, you will begin to write your instructional materials and learning activities. Though the mechanics of project design are essential for a good program, they are based on an understanding of instructional systems. Therefore, the chapter has two parts: the first part gives you the specific steps to follow in designing the training program; the second part offers a general discussion of learning theory. Beginning Your Program Design The choice of appropriate instructional materials and methods is, at best, a guess if you have not been able to conduct a formal training needs assessment. One way to avoid mismatching an instructional method with a particular audience is to be sensitive to an organization’s demographics and preferences. In all cases, the word that guides your choice is appropriate use of instructional technologies. The instructional technology you use should be appropriate for the audience, the content, the organizational environment, and, most of all, the proposed learning objectives and methods. These preferences provide you with: ? A design template to assist in developing the content for your program material ? A checklist for making decisions about the learning activities The output of the development stage is a training that is ready to be implemented. Figure 2-1 shows a sample lesson plan. The development process consists of the following five phases: Phase One: Develop the following: ? Training content ? Graphics ? Media needs ? Lesson plans ? Instructor guides ? Evaluation needs ? Software needs
tugad resume oleh IRFAN BAB 3 MENGIDENTIFIKASI KEBUTUHAN PEMBELAJARAN A. ANALISIS KEBUTUHAN Ketika orang berbicara tentang kebutuhan, pemahaman kita langsung mengarah pada kebutuhan fisiologis, rasa aman dan perlindungan, kasih sayang dan rasa memiliki, harga diri dan aktualisasi diri. Hal ini benar, karena merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh setiap orang dalam kehidupan. Sebelum melangkah lebih jauh pada proses desain, langkah awal yang harus dipertimbangkan oleh perancang atau pengemban pembelajaran adalah mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran. Kebutuhan adalah kesejangan antara keadaan yang diamati saat ini dengan kedaan yang diharapkan. Rothwell dan Kazanas (2004:58) mengatakan, bahwa need is defined as a performance gaap separating what people know, do, or feel from what they should know, do, or feel to perform competently. Maksudnya, kebutuhan adalah kesejangan kinerja yang memisahkan apa yang orang ketahui, lakukan, atau rasakan dengan apa yang seharusnya mereka ketahui, lakukan, atau rasakan untuk dilakukan secara kompeten. Pembelajaran dapat didefinisikan “as anything that is done purposely to facilitate learning (Reigeluth dan Carr-Chelman, 2009:6)”. Artinya pembelajaran ddapat dipahami sebagai segala sesuatu yang dilakukan dengan maksud untuk memfasilitasi belajar. Dengan demikian, yang dimaksud dengan kebutuhan pembeljaran adalah kesenjangan antara kondisi realitas pembelajaran saat ini dengan kondisi ideal pembelajaran yang seharusnya dilakukan. Dikatakan sederhana karena hanya mencakup tiga komponen, yakni membuat standar kompetensi (tujuan), menentukan tingkat prestasi atau kinerja saat ini, mengidentifikasi kesenjangan. Ketiga komponen tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut: 1. Kondisi Yang Diharapkan (Desired Status) Seratus persen tenaga pendidik pada program study pendidikan bahasa inggris fakultas tarbiyah dan keguruan UIN Alauddin diharapkan memilik web-blog dan mampu mengintegrasikan dan menggunakan dalam pembelajaran. Sembilan puluh lima persen staf administrasi mengetahui alamat atau situs web-blog tersebut sehingga dapat menunjang proses pelaksanaan pembelajaran. 2. Kondisi Yang Sebenarnya (Actual Status) Empat pluh persen tenaga pendidik pada program study pendidikan bahasa inggri fakultas tarbiyah dan keguruan UIN Alauddin memiliki Web-blog dan mampu mengintegrasikan dan menggunakan dalam pembelajaran. Dua puluh persen staf administrasi mengetahui alamat atau situs web-blog tersebut sehingga dapat menunjang proses pelaksanaan pembelajaran. 3. Kesenjanga atau Kebutuhan Enam puluh persen tenaga pendidik pada program studi pendidikan bahasa inggris fakultas tarbiyah dan keguruan UIN Alauddin dan 75 persen staf administrasi mengetahui alamat atau situs web-blog tersebut. Dengan demikian, kebutuhan adalah selisih antara kondisi yang diharapkan dengan kondisi yang sebenarnya atau dapat diformulasikan seperti desired status-ac-tual status=need (Dick dan Carey, 2009:22). Mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran seharusnya tidak berhenti pada tataran identifikasi masalah, tetapi melewati beberap tahap sebagai berikut: a) Memperhatikan kesenjangan atau selisi antara kinerja yang sebenarnya dengan yang diharapakn; b) Menentukan penyebab kesenjangan;dan c) Mengembangkan dan mengimplementasi tindakan perbaikan. B. MACAM-MACAM KEBUTUHAN Burto dan Merrill dalam Morrison, Ross, dan Kemp (2004:32) mengidentifikasi enam kategori kebutuhan yakni: (a) nomative needs, (b) comparative needs, (c) felt needs, (d) expressed needs, (e) anticipated or future needs, (f) critical incident needs. Keenam kebutuhan ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
SAMBUNGANNYA RESUME BAB 3 Pertama kebutuhan normatif (normative needs). Kebutuhan ini dapat diidenifikasi dengan membandingkan anatara hasil yang dicapai peserta didik dengan standar regional atau nasionl yang ada. Kedua, kebutuhn komparatif (comparative needs). Kebutuhan ini hampir sama dengan kebutuhan normatif dalam hubungannya dengan perbandingan kondisi internal sekolah atau perusaan dengan kondisi eksternal seperti standar nasional atau regional yang ada. Namun, secara mikro kebutuhan komparatif dapat diidentifkasi dengan membandingkan antara kelompok sasaran dengan kelompok lain yang masih sederajat atau ekuivalen. Ketiga, kebutuhan yang dirasakan (felt needs). Kebutuhan yang dirasakan adalah keinginan untuk memperbaiki keadaan suatu individu atau organisasi. Keempat, kebutuhan eksperesif (expressed needs), yakni kebutuhan yang dirasakan (felt needs) diubah kedalam tindakan. Kelima, kebutuhan antisipatif/mendatang (anticipated or future needs), adalah suatu kebutuhan untuk mengidentifikasi perubahan yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Keenam, kebutuhan insiden kritis (critical incident needs) adalah suatu kegagala terhadap program tertentu yang sebenarnya jarang terjadi, tetapi memiliki konsekuensi signifikan dengan keberhasilan suatu program. C. PROSES IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PEMBELAJARAN Banyak sekali langkah, prosedur, atau proses yang diberikan oleh para ahli dallam mengidentifikasi kebutuahan. Gentry (1994) menawarkan tujuh proses yakni: (1) identifikasi masalah, (2) menvalidasi masalah, (3) memformulasi kebutuhan, (4) merumuskan tujuan (kompetensi), (5) menyesuaikan tujuan skarang dengan tujuan yang baru (6) memvalidasi tujuan yang telah disesuaikan, (7) memprioritaskan tujuan. Pertama, mendidentifikasi masalah artinya mengumpulkan data untuk menentukan masalah atau kesenjangan dalam suatu program atau proyek. Disamping menganalisis kesenjangan antara kondisi saat ini dengan kondisi yang diharpakan, identifikasi masalah dapat pula menggunakan model segitiga kerucut terbalik untuk membandingkan tiga aspek, seperti fakta, konsep dan norma (Yaumi, 2012:6). Kedua, memfalidasi masalah merujuk pada upaya untuk menentukan apakah problem yang diidentifikasi merupakan masalah yang sebenarnya atau hanyalah suatu masalah. Jika masalah yang sebenarnya teridentifikasi, maka proses kebutuhan dapat dilanjutkan. Ketiga, memformulasi kebutuhan berarti menerjemahkan masalah-masalah yang diidentifikasi kedalam pernyataan kebutuhan. Keempat, merumuskan tujuan berarti menerjmahkan kebutuhan dalam pernyataan tujuan. Kelima, menyesuaikan tujuan berarti menggabungkan tujuan baru dengan tujuan pembelajaran sekarang dalam suatu daftar tunggal, dengan meninggalkan atau mengubah tujuan yang ada sebelumnya setelah empertimbangkan kesesuaian antara gaya belajar, pengetahuan, atau karakteristik peserta didik dengan ketersediaan fasilitas yang ada. Keenam, memfalidasi tujuan yang telah disesuaikan berarti mengesahkan tujuan-tujuan berdasarkan kesesuaiannya dengan kelompok atau indifidu-indifidu yang belajar. Ketujuh, membuat prioritas tujuan berarti membuat rangking atau urutan-urutan yang mendesak untuk dilakukan.
RANGKUMAN BAB III IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PEMBELAJARAN
OLEH: BAHRAENI USMAN Kebutuhan adalah kesenjangan antara keadaan yang diamati saat itu dengan keadaan yang diharapkan. Rothwell dan Kazanas (2004: 58) mengatakan bahwa kebutuhan adalah kesenjangan kinerja yang memisahkan apa yang orang ketahui, lakukan atau rasakan dengan apa yang seharusnya mereka ketahui, lakukan atau rasakan untuk dilakukan secara kompoten. Seorang ilmuwan psikologi humanistik Abraham Maslow mengkaji kebutuhan dalam bentuk hierarki. Teorinya dikenal dengan istilah teori hierarki kebutuhan yang mencakup kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman dan perlindungan, kebutuhan kasih sayang dan rasa memiliki, kebutuhan tentang harga diri, dan kebutuhan aktualisasai diri. Kebutuhan dasar manusia yang berkaitan dengan fisiologi diatur dalam al-Qur’an, Q. S. Ali Imran/ 3 : 14. Dalam ayat tersebut Allah SWT menggambarkan tentang pentingnya kebutuhan fisiologis manusia yang mencakup kebutuhan dasar seperti, pasangan hidup, keturunan, harta benda untuk makan dan minum, kendaraan dan tempat kerja sebagai mata pencaharian. Dalam hubungannya dengan desain pembelajaran, kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan yang lebih khusus pada kesenjangan berbagai komponen belajar dan pembelajaran termasuk yang berhubungan dengan pendidik, peserta didik, pesan-pesan, tugas, instrumen penilaian, dan evaluasi yang ditetapkan dalam mengukur keberhasilan pelaksanaan pembelajaran. Sedangkan pembelajaran adalah segala sesuatu yang dilakukan dengan maksud untuk memfasilitasi belajar. Jadi kebutuhan pembelajaran adalah kesenjangan antara kondisi realitas pembelajaran saat ini dengan kondisi ideal pembelajaran yang seharusnya dilakukan. Macam-macam kebutuhan menurut Burto dan Merril dalam Merrison, Ross, dan Kemp (2004: 32) mengidentifikasi enam kategori kebutuhan yaitu: kebutuhan normative, kebutuhan komparatif, kebutuhan yang dirasakan, kebutuhan ekspresif, kebutuhan intisipatif, kebutuhan insiden kritis. Proses Identifikasi kebutuhan pembelajaran menurut Gentry (1994) ada tujuh proses yaitu: proses mengidentifikasi masalah, proses memvalidasi masalah, proses memformulasi kebutuhan, proses merumuskan tujuan, proses menyesuaikan tujuan, proses memvalidasi tujuan, proses membuat prioritas tujuan.
RANGKUMAN BAB III MENGIDENTIFIKASI KEBUTUHAN PEMBELAJARAN OLEH: ZULPADLI ANALISIS KEBUTUHAN untuk mengetahui lebih jauh tentang hakikat kebutuhan, perlu dilakukan penilaian kebutuhn, perlu dilakaukan penilaian kebutuhan penilaian kebutuhan ( Need Assesment ) atau biasa digunakan secara bergantian dengan analisis kebutuhan ( Need Analysis ). Namun Rothwell dan Kazanas ( 2004: 58). Sedikit membedakan antara keduanya, dimana yang dimaksud dengan penilaian kenbuthan adalah mengidentifikasi kesenjangan (gap) dari hasil yang diperoleh, menempatkan kesenjangan tersebut sebagai prioritas, dan menyeleksi kesenjangan yang paling besar untuk diminalisisr. Adapun analisis kebutuh n adalah mencari penyebab yang mendasari kesenjangan antara kondisi ideal atau yang diharapkan dengan kondisi aktual saat ini. Suparman (2012) cenderung melihat penilaian kebutuhan dari segi proses. Ketika proses identifikasi kebutuhan yang dimulai dari mengidentifikasi kesenjangan antara keadaan sekarang dengan keadaan seharusnya dilanjutkan dengan proses pelaksanaan pemecahan masalah dan evaluasi terhadap efektivitas dan efesiensinya, maka proses itulah yang disebut dengan penilaian kebutuhan. Dick and Carey (2009) mengusulkan penggunaan logika penilaiaan kebutuhan yang lebih sederhana. Dikatakan sederhana karena hanya mencakup 3 komponen yakni membuat standar kompetensi (tujuan), menetukan tingkat prestasi atau kinerja saat ini, mengidentifikasi kesenjangan. Ketiga komponen tersebut dapat diilustrasikan sebagai (1) Kondisi yang diharapkan, (2) Kondisi yang sebenarnya (3) kesenjangan atau kebutuhan. MACAM-MACAM KEBUTUHAN (1) Kebutuhan normatif. Kebutuhan ini dapat di identifikasikan dengan membandingkan antara hasil yang dicapai peserta didik dengan standar ragional atau nasional yang ada. (2) Kebutuhan komparatif secara mikro, kebutuhan komparatif dapat diidentifikasi dengan membandingkan antara kelompok sasaran dengan kelompok lain yang masih sederajat atau ekuivalen. (3) Kebutuhan yang dirasakan adalah keinginan untuk memperbaiki keadaan suatu individu atau organisasi (4) Kebutuhan ekspresif yakni kebutuhan yang dirasakan diubah ke dalam tindaka. (5) Kebutuhan antisipatif adalah suatu kebutuhan untuk mengidentifikasikan perubahan yang akan terjadi dimasa yang akan datang. (6) Kebutuhan Insiden kritis adalah suatu kegagalan terhadap program tertentu yang sebenarnya jarang terjadi, tetapi memiliki konsekuensi signifikan dengan keberhasilan suatu program. PROSES IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PEMBELAJARAN Gentry (1994) menawarkan tujuh proses yakni: (1) Mengidentifikasi masalah artinya mengumpulkan data untuk menentukan masalah atau kesenjangan dalam suatu program atau proyek. (2) Menvalidasi masalah merujuk pada upaya untuk menentukan apakah problem yang di identifikasi merupakan masalah yang sebenarnya atau hanayalah suatu masalah (3) Memformulasi kebutuhan berarti menerjemahkan masalah maslah yang di identifikasi ke dalam pernyataan kebutuhan. (4) Merumuskan tujuan berarti menerjemahkan kebutuhan dalam penyataan tujuan. (5) Menyesuaikan tujuan berarti mengabungkan tujuan baru dengan tujuan pembelajaran sekarang dalam suatu daftar tunggal, dengan meninggalkan atau mengubah tujujan yang ada sebelumnya setelah mempertimbangkan kesusaian antara gaya belajar, penegetahuan atau karakteristik peserta didik dengan ketersediaan fasilitas yang ada. (6) Menvalidasi tujuan yang telah disesuaikan berarti mengesahkan tujuan tujuan berdasarkan kesusaiannya dengan kelompok atau individu individu yang belajar
Desain Pembelajaran Bab III : Mengidentifikasi Kebutuhan Pembelajaran (Rangkuman) Ketika orang berbicara tentang kebutuhan, pemahaman kita langsung mengarah pada kebutuhan fisilogis, rasa aman, kasih sayang dan rasa memiliki, harga diri dan aktualisasi diri. Namun, dalam hubungannya dengan desain pembelajaran, kebutuhan yang dimaksud tidaklah seluas itu. Kebutuhan disini leih khusus pada kesenjangan berbagai komponen belajar dan pembelajaran termasuk berhubungan dengan pendidik, peserta didik, bahan, tugas, intrumen penilaian, dan evaluasi yang diterapkan dalam menentukan keberhasilan pelaksanaan pembelajaran. Rothwell dan Kazanas (2004: 58) mengatakan, bahwa need is defined as a performance gap separating what people know, do, or feel from what they should know, do, feel to perform competently (kebutuhan adalah kesenjangan kinerja yang memisahkan apa yang orang ketahui, lakukan, atau rasakan dengan apa yang mereka harus ketahui, lakukan, rasakan untuk dilakukan secara kompeten. Sedangkan pembelajaran dapat dapat didefinisikan “as anything that is done purposely to facilitate learning (Raigeluth dan Carr-Chellman:6).” Artinya pembelajaran dapat dipahami sebagai segala sesuatu yang dilakukan dengan maksud untuk menfasilitasi belajar. Dalam hakikat kebutuhan, perlu dilakukan penilaian kebutuhan (need assessment) atau biasa digunakan secara bergantian dengan analisis kebutuhan (need analysis). Rothwell dan Kazanas (2004:58) sedikit membedakan antara keduanya, dimana yang dimaksud dengan penilaian kebutuhan adalah mengindetifikasi kesenjangan (gap) dari hasil yang diperoleh, menempatkan kesenjangan tersebut sebagai prioritas, dan menyeleksi kesenjangan yang paling besar untuk diminimalisir. Suparman (2012) cenderung melihat penilaian kebutuhan dari segi proses. Sementara Dick and Carey (2009) mengusulkan penggunaan logika penilaian kebutuhan yang lebih sederhana yang memncakup tiga komponen antara lain; (1) Kondisi yang diharapkan (Desired status), (2) Kondisi yang sebenarnya (Actual Status), (3) Kesenjangan atau Kebutuhan. Burto dan Merrill dalam Morison, Ross, dan Kemp (2004:32) mengidentifisikasi enam kategori kebutuhan yang biasa digunakan untuk melakukan penilaian kebutuhan, yakni (1) Kebutuhan Normatif (normatif needs), yakni kebutuhan yang dapat diidentifikasi dengan membandingkan hasil yang dicapai peserta didik dengan standar regional atau nasional yang ada, (2) Kebutuhan Komparatif (comparative needs), kebutuhan ini hampir sama dengan kebutuhan normatif dalam hubungannya dengan perbandingan kondisi internal sekolah tau perusahaan dengan kondisi eksternal seperti standar nasional atau regional yang ada, (3) Kebutuhan yang Dirasakan (feel needs), yakni keinginan untuk memperbaiki keadaan suatu individu atau organisasi, (4) Kebutuhan Ekspresif (expressed needs), yakni kebutuhan yang dirasakan (felt needs) diubah ke dalam tindakan, (5) Kebutuhan Antisipatif/mendatang (anticipated or future needs), yakni suatu kebutuhan untuk mengidentifikasi perubahan yang terjadi di masa yang akan datang, (6) Kebutuhan Insiden Kritis (critical insident needs) adalah suatu kegagalan terhadap program tertentu yang sebenarnya jarang terjadi, tetapi memiliki konsekuensi signifikan dengan keberhasilan suatu program. Gentry (1994), dalam proses indentifikasi kebutuhan pembelajaran, menawarkan tujuh proses, antara lain (1) identifikasi masalah, artinya mengumpulkan data untuk menentukan masalah atau kesenjangan dalam suatu program atau proyek, (2) menvalidasi masalah, yakni upaya untuk menentukan apakah problem yang diidentifikasi merupakan masalah yang sebenarnya atau hanyalah suatu gejala, (3) Memformulasi kebutuhan, yakni menerjamahkan masalah-masalah yang diidentifikasi ke dalam pernyataan kebutuhan, (4) Merumuskan Tujuan, yakni menerjemahkan kebutuhan ke dalam pernyataan tujuan, (5) menyesuaikan tujuan, yakni menggabungkan tujuan baru dengan tujuan pembelajaran sekarang, (6) memvalidasi tujuan, dan (7) membuat prioritas tujuan.
BAB III MENGIDENTIFIKASI KEBUTUHAN PEMBELAJARAN Oleh: Nurwahida Ahmad A. Kebutuhan pembelajaran Kebutuhan adalah kesenjangan antara keadaan yang diamati saat inidengan keadaan yang diharapkan. Rothwell dan Kazanas mengatakan adalah kesenjangan kinerja yang memisahkan apa yang orang diketahui, lakukan atau rasakan untuk dilakukan secara kompeten. Pembelajaran adalah segala sesuatu yang dilakukan dengan maksud untuk memfasilitasi belajar. Atau upaya yang disengaja untuk mengelola kejadian atau peristiwabelajar dalam memfeasilitasi peserta didik sehingga memperoleh tujuan yang dipelajari. Kebutuhan pembelajaran adalah kesenjangan antara kondisi realitas pembeajaran saat ini dengan kondisi ideal pembelajaran yang seharusnya dilakukan. Kondisi pembelajaran dapat diketahui melalui hasil penelitian orang lain, pengatamatan sendiri, atau yang dialami orang lain, dan yang dialami secara langsung di lapangan (sekolah, kampus atau dunia kerja) B. Macam-macam kebutuhan: Macam-macam kebutuhan menurut Burto dan Merril dalam Merrison, Ross, dan Kemp (2004: 32) mengidentifikasi enam kategori kebutuhan yaitu: kebutuhan normative, kebutuhan komparatif, kebutuhan yang dirasakan, kebutuhan ekspresif, kebutuhan intisipatif, kebutuhan insiden kritis. Proses Identifikasi kebutuhan pembelajaran menurut Gentry (1994) ada tujuh proses yaitu: proses mengidentifikasi masalah, proses memvalidasi masalah, proses memformulasi kebutuhan, proses merumuskan tujuan, proses menyesuaikan tujuan, proses memvalidasi tujuan, proses membuat prioritas tujuan. Burto dan Merrill dalam Morison, Ross, dan Kemp (2004:32) mengidentifisikasi enam kategori kebutuhan yang biasa digunakan untuk melakukan penilaian kebutuhan, yakni (1) Kebutuhan Normatif (normatif needs), yakni kebutuhan yang dapat diidentifikasi dengan membandingkan hasil yang dicapai peserta didik dengan standar regional atau nasional yang ada, (2) Kebutuhan Komparatif (comparative needs), kebutuhan ini hampir sama dengan kebutuhan normatif dalam hubungannya dengan perbandingan kondisi internal sekolah tau perusahaan dengan kondisi eksternal seperti standar nasional atau regional yang ada, (3) Kebutuhan yang Dirasakan (feel needs), yakni keinginan untuk memperbaiki keadaan suatu individu atau organisasi, (4) Kebutuhan Ekspresif (expressed needs), yakni kebutuhan yang dirasakan (felt needs) diubah ke dalam tindakan, (5) Kebutuhan Antisipatif/mendatang (anticipated or future needs), yakni suatu kebutuhan untuk mengidentifikasi perubahan yang terjadi di masa yang akan datang, (6) Kebutuhan Insiden Kritis (critical insident needs) adalah suatu kegagalan terhadap program tertentu yang sebenarnya jarang terjadi, tetapi memiliki konsekuensi signifikan dengan keberhasilan suatu program.
lanjutan... C. Proses Identifikasi Kebutuhan Pertama, mengidentifikasi masalah artinya mengumpulkan data untuk mennetukan masalah atau kesenjangan dalam suatu program atau proyek Kedua, memvalidasi masalah merujuk pada upaya untuk menentukan apakah problem yang diidentifikasi merupakan masalah yang sebenarnya atau hanyalah satu gejala. Ketiga, memformulasikan kebutuhan berarti menerjemahkan masalah-masalah yang diidentifikasi ke dalam pertanyaan ke butuhan Keempat, merumuskan tujuan berarti menerjemahkan kebutuhan dalam pertanyaan tujuan yang menggambarkan ke mana arah perbaikan yang diinginkan termasuk menentukan informasi dan keterampilan apa yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk dapat menyelesaikan suatu pembelajaran Kelima, menyesuaikan tujuan berarti menggabungkan tujuan baru dengan tujuan pembeajaran yang sekarang dalam suatu daftar tunggal , dengan meninggalkan atau mengubah tujuan yang ada sebelumnya setelah mempertimbangkan kesesuaian antara gaya belajar, pengetahuan, atau karakteristik peserta didikdengan ketersediaan fasilitas yang ada. Keenam, memvalidasi tujuan yang telah disesuaikan berarti mengesahkan tujuan-tujuan berdasarkan kesesuaiannya dengan kelompok atau individu-individu yang belajar. Ketujuh, membuat prioritas tujuan berarti membuat ranking atau urutan-urutan yang mendesak untuk dilakukan. Tentu saja keputusan untuk menentukan salah satu atau lebih tujuan berdasarkan hasil analisis terhadap peserta didik, konteks, dan peralatan.
RANGKUMAN BAB V MENGANALISIS KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK
Dalam menganalisis peserta didik, Smaldino, Lowther, dan Russell (2008) mengajukan empat factor kunci yang menentukan keberhasilan di antaranya, (1) Karakteristik Umum (general characteristics), (2) Kemampuan Awal Khusus (specific entry competencies), (3) Gaya Belajar (Learning Styles), dan (4) Kecerdasan Jamak (Multiple Intelligences). Karakteristik umum meliputi gambaran tentang umur, jenis kelamin (gender), tingkat, dan factor-faktor budaya dan social-ekonomi. Kemampuan awal khusus merujuk pada pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki atau belum dimiliki peserta didik, seperti pengetahuan prasyarat, kemampuan yang ditargetkan, dan sikap. Adapun gaya belajar merujuk pada ciri-ciri psikologis yang mempengaruhi bagaimana pandangan dan respons peserta didik pada berbagai stimulus yang diberikan. Ciri psikologis yang dimaksud adalah kekuatan dan kesukaan memberi persepsi, kebiasaan memproses informasi, motivasi, dan berbagai aspek psikologis lainnya. Jik merujuk pada pembagian yang dilakukan oleh McKenzie (2005), kecerdasan jamak dapat dikelompokkan ke dalam tiga wilayah atau domain, yakni (1) Domain Interatif, (2) Domain Analitik, dan (3) Domain Introspektif. Domain interaktif merujuk pada kemampuan individu untuk berinteraksi dengan individu lain dengan menggunakan kecerdasan verbal-linguistic, interpersonal, dan badaniah-kinestetik yang dimiliki. Domain analitik merujuk pada kemampuan untuk berpikir logis yang melibatkan alasan-alasan rasional yang mencakup kecerdasan logis-matematik, berirama music, dan kecerdasan naturalis Domain introspektif dapat dicapai melalui proses afektif secara alamiah. Artinya, diperlukan keterlibatan aspek emosional untuk melihat sesuatu lebih dalam dari sekedar memandang, tetapi mampu membuat hubungan emosional antara apa yang sedang dipelajari dengan pengalaman masa lalu. Domain ini mencakup kemampuan visual, intrapersonal, dan eksistensial.
DESAIN PEMBELAJARAN RANGKUMAN BAB V dan BAB VI Oleh: Nurwahida Ahmad BAB V: MENGANALISIS KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK A. Karakteristik Peserta Didik Mengelola perbedaan bukan berarti memberikan kebebasan untuk mengembangkan perbedaan tanpa disertai dengan pencarian persamaan. Tetapi mengelola perbedaan artinya menggali dan mengidentifikasi berbagai keunikan masing-masing, kemudian dibagi dan disalurkan sehingga terjadi interaksi yang saling membeutuhkan antara satu sama lain. Keunikan tersebut terdiri atas keunikan yang bersifat umum atau yang disebut dengan karakterisktik umum dan keunikan khusus atau disebut dengan karakteristik khusus. Karateristik umum seperti perbedaan budaya, suku, agama, gender, dan latar belakang status social sangat berguna dalam mendesain pembelajaran, begitu pula dengan karakteristik khusus seperti perbedaan gaya belajar, kecerdasan, termasuk lingkungan belajar membawa dampak tersendiri dalam proses pembelajaran. Pembelajaran harus memahami karakteristik tersebut karena perbedaan anak memiliki perbedaan dalam cara belajar. Dalam menganalisis karakteristik peserta didik terdapat empat faktor kunci yang menentukan keberhasilan belajar, yakni karakteristik umum (specific entry competencies), gaya belajar (learning style) kecerdasan jamak (miliple intelligences). Karakteristik meliputigambaran tentang umur, jenis kelamin (gender), tingkat dan faktor-faktor budaya dan social-ekonomi. Kemampuan awal khusus merujuk pada pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki atau belum dimiliki peserta didik, seperti pengetahuan prasyarat, kemampuan yang ditargetkan, dan sikap. Adapun gaya belajar merujuk pada ciri-ciri psikologis yang memengaruhi pandangan dan respons pesea didik pada berbagai stimulus yang diberikan. Piaget berpendapat, umur memiliki relevansi tyang erat dengan perkembangan intelektual manusia. Umur 0-2 tahun disebut sebagai tahap sensor indrawi, umur 2-7 tahun disebut sebagai tahap perkembangan pra-operasional, umur 7-11 tahun masa tahap operasional konkret, dan umur 11-17 tahun disebut tahap operasional formal. Gender juga memengaruhi proses dan hasil pembelajaran. Menurut Carlo dkk., kelompok wanita lebih produktif dan oleh karena itu mempunyai skor motivasi, kohesi, interaksi, dan elaborasi yang lebih tinggi daripada kelompok pria. Pengetahuan awal juga berpengaruh pada konsep dan pemahaman tentang sesuatu. Halhoun and Hestenes menemukan bahwa terdapat 30%-40% mahasiswa baru yang lulus pada jurusan Fisika pada berbagai universitas di Amerika Serikat, tidak paham tentang konsep fisika dan menemukan angka yang sama, 30%-40% juga bagi guru, dosen atau instruktur pada tingkat sekolah menengah pertama mempunyai konsep yang keliru tentang fisika disebabkan oleh pengetahuan awal mereka yang kelirutentang fisika. Banyak orang membagi gaya belajar ke dalam empat kategori, visual, auditori, peraba, dan kinestetik. Sebagian yang lain membagi gaya belajar ke dalam tiga bagian, yaki peserta didik visual, auditori, dan kinestetik. Perbedaan gaya belajar menyebabkan terjadi perbedaan kesukaan dan cara memproses informasi. Kecerdasan jamak mencakup kecerdasan verbal-linguistik, matematik-logis, badaniah-kinestetik, visual-spasial, berirama-musik, interpersonal, intrapersonal, naturalistic, dan eksistensial-spritual.
BAB VI: Pengertian Tujuan Pembelajaran Khusus Tujuan pembelajaran khusus dipahami sebagai deskripsi dari suatu kinerja yang diinginkan untuk mampu ditunjukkan oleh peserta didik sebelum guru, dosen, atau instruktur menganggap mereka kompeten. Tujuan pembelajaran khusus menjelaskan hasil yang diinginkan, daripada proses itu sendiri. Teacher and Educational Development of University of new Mexico (2010) membuat definisi tentang tujuan pembelajaran khusus adalah perynataan hasil yang secara khusus menagkap bagaimana pengetahuan, keterampilan, sikap yang harus peserta didik dapat tunjukkan dalam mengikuti pembelajaran, jelaslah bahwa tujuan pembelajaran khusus merupakan pernyataan secara khusus yang mencakup pengetahuan, sikap dan keterampilan yang ingin dikuasai oleh peserta didik setelah menyelesaikan pembelajaran. B. Klasifikasi tujuan pembelajaran khusus Tiga domain belajar yang mencakup domain kognitif yang menekankan tingkatan berpikir, domain afektif yang merujuk kepada sikap dan perasaan, serta domain psikomotor yang menekankan tindakan seperti telah dijabarkan pada bab 4 merupakan pijakan dasar merumuskan tujuan pembelajaran khusus. Begitu pula dengan lima kemampuan yang ditawarkan oleh Gagne yang mencakup keterampilan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, sikap, keterampilan, motorik merupakan cara efektif dalam merumuskan tujuan pembelajaran khusus. Bloom memberikan kategori berdasarkan stratifikasi pemikiran tingkat rendah (lower order thinking) dan pemikiran tingkat tinggi (higher order thinking) atau mencakup tiga kategori, yakni kategori mudah, sedang, dan sulit. Kategori mudah untuk domain kognisi seperti pengetahuan dan pemahaman, kategori sedang terdiri dari aplikasi dan kategori tinggi mencakup analisis, sintesis, dan evaluasi. Domain afeksi mencakup sikap dimana kita menghubungkan sesuatu secara emosional seperti perasaan, nilai apresiasi, antusiasme, motivasi, dan sikap. Domain psikomotor berhubungan dengan gerakan fisik, koordinasi, dan penggunaan keterampilan terutama daerah motor. Untuk memudahkan perumusan tujuan yang akurat sebaiknya memenehui kriteria SMART (specific, measurable, attainable, realistic, dan targeted atau time bound) atau audience, behavior, condition, dan degree (ABCD).
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusIn this development step of the design and delivery model, you will begin to write your instructional materials and learning activities. Though the mechanics of project design are essential for a good program, they are based on an understanding of instructional systems. Therefore, the chapter has two parts: the first part gives you the specific steps to follow in designing the training program; the second part offers a general discussion of learning theory.
HapusBeginning Your Program Design
The choice of appropriate instructional materials and methods is, at best, a guess if you have not been able to conduct a formal training needs assessment. One way to avoid mismatching an instructional method with a particular audience is to be sensitive to an organization’s demographics and preferences.
In all cases, the word that guides your choice is appropriate use of instructional technologies. The instructional technology you use should be appropriate for the audience, the content, the organizational environment, and, most of all, the proposed learning objectives and methods. These preferences provide you with:
? A design template to assist in developing the content for your program material
? A checklist for making decisions about the learning activities
The output of the development stage is a training that is ready to be implemented. Figure 2-1 shows a sample lesson plan.
The development process consists of the following five phases:
Phase One: Develop the following:
? Training content
? Graphics
? Media needs
? Lesson plans
? Instructor guides ? Evaluation needs
? Software needs
tugad resume oleh IRFAN
BalasHapusBAB 3
MENGIDENTIFIKASI KEBUTUHAN PEMBELAJARAN
A. ANALISIS KEBUTUHAN
Ketika orang berbicara tentang kebutuhan, pemahaman kita langsung mengarah pada kebutuhan fisiologis, rasa aman dan perlindungan, kasih sayang dan rasa memiliki, harga diri dan aktualisasi diri. Hal ini benar, karena merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh setiap orang dalam kehidupan. Sebelum melangkah lebih jauh pada proses desain, langkah awal yang harus dipertimbangkan oleh perancang atau pengemban pembelajaran adalah mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran. Kebutuhan adalah kesejangan antara keadaan yang diamati saat ini dengan kedaan yang diharapkan. Rothwell dan Kazanas (2004:58) mengatakan, bahwa need is defined as a performance gaap separating what people know, do, or feel from what they should know, do, or feel to perform competently. Maksudnya, kebutuhan adalah kesejangan kinerja yang memisahkan apa yang orang ketahui, lakukan, atau rasakan dengan apa yang seharusnya mereka ketahui, lakukan, atau rasakan untuk dilakukan secara kompeten.
Pembelajaran dapat didefinisikan “as anything that is done purposely to facilitate learning (Reigeluth dan Carr-Chelman, 2009:6)”. Artinya pembelajaran ddapat dipahami sebagai segala sesuatu yang dilakukan dengan maksud untuk memfasilitasi belajar. Dengan demikian, yang dimaksud dengan kebutuhan pembeljaran adalah kesenjangan antara kondisi realitas pembelajaran saat ini dengan kondisi ideal pembelajaran yang seharusnya dilakukan. Dikatakan sederhana karena hanya mencakup tiga komponen, yakni membuat standar kompetensi (tujuan), menentukan tingkat prestasi atau kinerja saat ini, mengidentifikasi kesenjangan. Ketiga komponen tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut:
1. Kondisi Yang Diharapkan (Desired Status)
Seratus persen tenaga pendidik pada program study pendidikan bahasa inggris fakultas tarbiyah dan keguruan UIN Alauddin diharapkan memilik web-blog dan mampu mengintegrasikan dan menggunakan dalam pembelajaran. Sembilan puluh lima persen staf administrasi mengetahui alamat atau situs web-blog tersebut sehingga dapat menunjang proses pelaksanaan pembelajaran.
2. Kondisi Yang Sebenarnya (Actual Status)
Empat pluh persen tenaga pendidik pada program study pendidikan bahasa inggri fakultas tarbiyah dan keguruan UIN Alauddin memiliki Web-blog dan mampu mengintegrasikan dan menggunakan dalam pembelajaran. Dua puluh persen staf administrasi mengetahui alamat atau situs web-blog tersebut sehingga dapat menunjang proses pelaksanaan pembelajaran.
3. Kesenjanga atau Kebutuhan
Enam puluh persen tenaga pendidik pada program studi pendidikan bahasa inggris fakultas tarbiyah dan keguruan UIN Alauddin dan 75 persen staf administrasi mengetahui alamat atau situs web-blog tersebut. Dengan demikian, kebutuhan adalah selisih antara kondisi yang diharapkan dengan kondisi yang sebenarnya atau dapat diformulasikan seperti desired status-ac-tual status=need (Dick dan Carey, 2009:22). Mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran seharusnya tidak berhenti pada tataran identifikasi masalah, tetapi melewati beberap tahap sebagai berikut:
a) Memperhatikan kesenjangan atau selisi antara kinerja yang sebenarnya dengan yang diharapakn;
b) Menentukan penyebab kesenjangan;dan
c) Mengembangkan dan mengimplementasi tindakan perbaikan.
B. MACAM-MACAM KEBUTUHAN
Burto dan Merrill dalam Morrison, Ross, dan Kemp (2004:32) mengidentifikasi enam kategori kebutuhan yakni: (a) nomative needs, (b) comparative needs, (c) felt needs, (d) expressed needs, (e) anticipated or future needs, (f) critical incident needs. Keenam kebutuhan ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
SAMBUNGANNYA RESUME BAB 3
BalasHapusPertama kebutuhan normatif (normative needs). Kebutuhan ini dapat diidenifikasi dengan membandingkan anatara hasil yang dicapai peserta didik dengan standar regional atau nasionl yang ada. Kedua, kebutuhn komparatif (comparative needs). Kebutuhan ini hampir sama dengan kebutuhan normatif dalam hubungannya dengan perbandingan kondisi internal sekolah atau perusaan dengan kondisi eksternal seperti standar nasional atau regional yang ada. Namun, secara mikro kebutuhan komparatif dapat diidentifkasi dengan membandingkan antara kelompok sasaran dengan kelompok lain yang masih sederajat atau ekuivalen. Ketiga, kebutuhan yang dirasakan (felt needs). Kebutuhan yang dirasakan adalah keinginan untuk memperbaiki keadaan suatu individu atau organisasi. Keempat, kebutuhan eksperesif (expressed needs), yakni kebutuhan yang dirasakan (felt needs) diubah kedalam tindakan. Kelima, kebutuhan antisipatif/mendatang (anticipated or future needs), adalah suatu kebutuhan untuk mengidentifikasi perubahan yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Keenam, kebutuhan insiden kritis (critical incident needs) adalah suatu kegagala terhadap program tertentu yang sebenarnya jarang terjadi, tetapi memiliki konsekuensi signifikan dengan keberhasilan suatu program.
C. PROSES IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PEMBELAJARAN
Banyak sekali langkah, prosedur, atau proses yang diberikan oleh para ahli dallam mengidentifikasi kebutuahan. Gentry (1994) menawarkan tujuh proses yakni: (1) identifikasi masalah, (2) menvalidasi masalah, (3) memformulasi kebutuhan, (4) merumuskan tujuan (kompetensi), (5) menyesuaikan tujuan skarang dengan tujuan yang baru (6) memvalidasi tujuan yang telah disesuaikan, (7) memprioritaskan tujuan.
Pertama, mendidentifikasi masalah artinya mengumpulkan data untuk menentukan masalah atau kesenjangan dalam suatu program atau proyek. Disamping menganalisis kesenjangan antara kondisi saat ini dengan kondisi yang diharpakan, identifikasi masalah dapat pula menggunakan model segitiga kerucut terbalik untuk membandingkan tiga aspek, seperti fakta, konsep dan norma (Yaumi, 2012:6).
Kedua, memfalidasi masalah merujuk pada upaya untuk menentukan apakah problem yang diidentifikasi merupakan masalah yang sebenarnya atau hanyalah suatu masalah. Jika masalah yang sebenarnya teridentifikasi, maka proses kebutuhan dapat dilanjutkan. Ketiga, memformulasi kebutuhan berarti menerjemahkan masalah-masalah yang diidentifikasi kedalam pernyataan kebutuhan. Keempat, merumuskan tujuan berarti menerjmahkan kebutuhan dalam pernyataan tujuan. Kelima, menyesuaikan tujuan berarti menggabungkan tujuan baru dengan tujuan pembelajaran sekarang dalam suatu daftar tunggal, dengan meninggalkan atau mengubah tujuan yang ada sebelumnya setelah empertimbangkan kesesuaian antara gaya belajar, pengetahuan, atau karakteristik peserta didik dengan ketersediaan fasilitas yang ada. Keenam, memfalidasi tujuan yang telah disesuaikan berarti mengesahkan tujuan-tujuan berdasarkan kesesuaiannya dengan kelompok atau indifidu-indifidu yang belajar. Ketujuh, membuat prioritas tujuan berarti membuat rangking atau urutan-urutan yang mendesak untuk dilakukan.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusRANGKUMAN BAB III
BalasHapusIDENTIFIKASI KEBUTUHAN PEMBELAJARAN
OLEH: BAHRAENI USMAN
Kebutuhan adalah kesenjangan antara keadaan yang diamati saat itu dengan keadaan yang diharapkan. Rothwell dan Kazanas (2004: 58) mengatakan bahwa kebutuhan adalah kesenjangan kinerja yang memisahkan apa yang orang ketahui, lakukan atau rasakan dengan apa yang seharusnya mereka ketahui, lakukan atau rasakan untuk dilakukan secara kompoten. Seorang ilmuwan psikologi humanistik Abraham Maslow mengkaji kebutuhan dalam bentuk hierarki. Teorinya dikenal dengan istilah teori hierarki kebutuhan yang mencakup kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman dan perlindungan, kebutuhan kasih sayang dan rasa memiliki, kebutuhan tentang harga diri, dan kebutuhan aktualisasai diri. Kebutuhan dasar manusia yang berkaitan dengan fisiologi diatur dalam al-Qur’an, Q. S. Ali Imran/ 3 : 14. Dalam ayat tersebut Allah SWT menggambarkan tentang pentingnya kebutuhan fisiologis manusia yang mencakup kebutuhan dasar seperti, pasangan hidup, keturunan, harta benda untuk makan dan minum, kendaraan dan tempat kerja sebagai mata pencaharian.
Dalam hubungannya dengan desain pembelajaran, kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan yang lebih khusus pada kesenjangan berbagai komponen belajar dan pembelajaran termasuk yang berhubungan dengan pendidik, peserta didik, pesan-pesan, tugas, instrumen penilaian, dan evaluasi yang ditetapkan dalam mengukur keberhasilan pelaksanaan pembelajaran. Sedangkan pembelajaran adalah segala sesuatu yang dilakukan dengan maksud untuk memfasilitasi belajar. Jadi kebutuhan pembelajaran adalah kesenjangan antara kondisi realitas pembelajaran saat ini dengan kondisi ideal pembelajaran yang seharusnya dilakukan.
Macam-macam kebutuhan menurut Burto dan Merril dalam Merrison, Ross, dan Kemp (2004: 32) mengidentifikasi enam kategori kebutuhan yaitu: kebutuhan normative, kebutuhan komparatif, kebutuhan yang dirasakan, kebutuhan ekspresif, kebutuhan intisipatif, kebutuhan insiden kritis.
Proses Identifikasi kebutuhan pembelajaran menurut Gentry (1994) ada tujuh proses yaitu: proses mengidentifikasi masalah, proses memvalidasi masalah, proses memformulasi kebutuhan, proses merumuskan tujuan, proses menyesuaikan tujuan, proses memvalidasi tujuan, proses membuat prioritas tujuan.
RANGKUMAN BAB III
BalasHapusMENGIDENTIFIKASI KEBUTUHAN PEMBELAJARAN
OLEH: ZULPADLI
ANALISIS KEBUTUHAN untuk mengetahui lebih jauh tentang hakikat kebutuhan, perlu dilakukan penilaian kebutuhn, perlu dilakaukan penilaian kebutuhan penilaian kebutuhan ( Need Assesment ) atau biasa digunakan secara bergantian dengan analisis kebutuhan ( Need Analysis ). Namun Rothwell dan Kazanas ( 2004: 58). Sedikit membedakan antara keduanya, dimana yang dimaksud dengan penilaian kenbuthan adalah mengidentifikasi kesenjangan (gap) dari hasil yang diperoleh, menempatkan kesenjangan tersebut sebagai prioritas, dan menyeleksi kesenjangan yang paling besar untuk diminalisisr. Adapun analisis kebutuh n adalah mencari penyebab yang mendasari kesenjangan antara kondisi ideal atau yang diharapkan dengan kondisi aktual saat ini.
Suparman (2012) cenderung melihat penilaian kebutuhan dari segi proses. Ketika proses identifikasi kebutuhan yang dimulai dari mengidentifikasi kesenjangan antara keadaan sekarang dengan keadaan seharusnya dilanjutkan dengan proses pelaksanaan pemecahan masalah dan evaluasi terhadap efektivitas dan efesiensinya, maka proses itulah yang disebut dengan penilaian kebutuhan.
Dick and Carey (2009) mengusulkan penggunaan logika penilaiaan kebutuhan yang lebih sederhana. Dikatakan sederhana karena hanya mencakup 3 komponen yakni membuat standar kompetensi (tujuan), menetukan tingkat prestasi atau kinerja saat ini, mengidentifikasi kesenjangan. Ketiga komponen tersebut dapat diilustrasikan sebagai (1) Kondisi yang diharapkan, (2) Kondisi yang sebenarnya (3) kesenjangan atau kebutuhan.
MACAM-MACAM KEBUTUHAN (1) Kebutuhan normatif. Kebutuhan ini dapat di identifikasikan dengan membandingkan antara hasil yang dicapai peserta didik dengan standar ragional atau nasional yang ada. (2) Kebutuhan komparatif secara mikro, kebutuhan komparatif dapat diidentifikasi dengan membandingkan antara kelompok sasaran dengan kelompok lain yang masih sederajat atau ekuivalen. (3) Kebutuhan yang dirasakan adalah keinginan untuk memperbaiki keadaan suatu individu atau organisasi (4) Kebutuhan ekspresif yakni kebutuhan yang dirasakan diubah ke dalam tindaka. (5) Kebutuhan antisipatif adalah suatu kebutuhan untuk mengidentifikasikan perubahan yang akan terjadi dimasa yang akan datang. (6) Kebutuhan Insiden kritis adalah suatu kegagalan terhadap program tertentu yang sebenarnya jarang terjadi, tetapi memiliki konsekuensi signifikan dengan keberhasilan suatu program.
PROSES IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PEMBELAJARAN Gentry (1994) menawarkan tujuh proses yakni: (1) Mengidentifikasi masalah artinya mengumpulkan data untuk menentukan masalah atau kesenjangan dalam suatu program atau proyek. (2) Menvalidasi masalah merujuk pada upaya untuk menentukan apakah problem yang di identifikasi merupakan masalah yang sebenarnya atau hanayalah suatu masalah (3) Memformulasi kebutuhan berarti menerjemahkan masalah maslah yang di identifikasi ke dalam pernyataan kebutuhan. (4) Merumuskan tujuan berarti menerjemahkan kebutuhan dalam penyataan tujuan. (5) Menyesuaikan tujuan berarti mengabungkan tujuan baru dengan tujuan pembelajaran sekarang dalam suatu daftar tunggal, dengan meninggalkan atau mengubah tujujan yang ada sebelumnya setelah mempertimbangkan kesusaian antara gaya belajar, penegetahuan atau karakteristik peserta didik dengan ketersediaan fasilitas yang ada. (6) Menvalidasi tujuan yang telah disesuaikan berarti mengesahkan tujuan tujuan berdasarkan kesusaiannya dengan kelompok atau individu individu yang belajar
Desain Pembelajaran
BalasHapusBab III : Mengidentifikasi Kebutuhan Pembelajaran (Rangkuman)
Ketika orang berbicara tentang kebutuhan, pemahaman kita langsung mengarah pada kebutuhan fisilogis, rasa aman, kasih sayang dan rasa memiliki, harga diri dan aktualisasi diri. Namun, dalam hubungannya dengan desain pembelajaran, kebutuhan yang dimaksud tidaklah seluas itu. Kebutuhan disini leih khusus pada kesenjangan berbagai komponen belajar dan pembelajaran termasuk berhubungan dengan pendidik, peserta didik, bahan, tugas, intrumen penilaian, dan evaluasi yang diterapkan dalam menentukan keberhasilan pelaksanaan pembelajaran. Rothwell dan Kazanas (2004: 58) mengatakan, bahwa need is defined as a performance gap separating what people know, do, or feel from what they should know, do, feel to perform competently (kebutuhan adalah kesenjangan kinerja yang memisahkan apa yang orang ketahui, lakukan, atau rasakan dengan apa yang mereka harus ketahui, lakukan, rasakan untuk dilakukan secara kompeten. Sedangkan pembelajaran dapat dapat didefinisikan “as anything that is done purposely to facilitate learning (Raigeluth dan Carr-Chellman:6).” Artinya pembelajaran dapat dipahami sebagai segala sesuatu yang dilakukan dengan maksud untuk menfasilitasi belajar.
Dalam hakikat kebutuhan, perlu dilakukan penilaian kebutuhan (need assessment) atau biasa digunakan secara bergantian dengan analisis kebutuhan (need analysis). Rothwell dan Kazanas (2004:58) sedikit membedakan antara keduanya, dimana yang dimaksud dengan penilaian kebutuhan adalah mengindetifikasi kesenjangan (gap) dari hasil yang diperoleh, menempatkan kesenjangan tersebut sebagai prioritas, dan menyeleksi kesenjangan yang paling besar untuk diminimalisir.
Suparman (2012) cenderung melihat penilaian kebutuhan dari segi proses. Sementara Dick and Carey (2009) mengusulkan penggunaan logika penilaian kebutuhan yang lebih sederhana yang memncakup tiga komponen antara lain; (1) Kondisi yang diharapkan (Desired status), (2) Kondisi yang sebenarnya (Actual Status), (3) Kesenjangan atau Kebutuhan.
Burto dan Merrill dalam Morison, Ross, dan Kemp (2004:32) mengidentifisikasi enam kategori kebutuhan yang biasa digunakan untuk melakukan penilaian kebutuhan, yakni (1) Kebutuhan Normatif (normatif needs), yakni kebutuhan yang dapat diidentifikasi dengan membandingkan hasil yang dicapai peserta didik dengan standar regional atau nasional yang ada, (2) Kebutuhan Komparatif (comparative needs), kebutuhan ini hampir sama dengan kebutuhan normatif dalam hubungannya dengan perbandingan kondisi internal sekolah tau perusahaan dengan kondisi eksternal seperti standar nasional atau regional yang ada, (3) Kebutuhan yang Dirasakan (feel needs), yakni keinginan untuk memperbaiki keadaan suatu individu atau organisasi, (4) Kebutuhan Ekspresif (expressed needs), yakni kebutuhan yang dirasakan (felt needs) diubah ke dalam tindakan, (5) Kebutuhan Antisipatif/mendatang (anticipated or future needs), yakni suatu kebutuhan untuk mengidentifikasi perubahan yang terjadi di masa yang akan datang, (6) Kebutuhan Insiden Kritis (critical insident needs) adalah suatu kegagalan terhadap program tertentu yang sebenarnya jarang terjadi, tetapi memiliki konsekuensi signifikan dengan keberhasilan suatu program.
Gentry (1994), dalam proses indentifikasi kebutuhan pembelajaran, menawarkan tujuh proses, antara lain (1) identifikasi masalah, artinya mengumpulkan data untuk menentukan masalah atau kesenjangan dalam suatu program atau proyek, (2) menvalidasi masalah, yakni upaya untuk menentukan apakah problem yang diidentifikasi merupakan masalah yang sebenarnya atau hanyalah suatu gejala, (3) Memformulasi kebutuhan, yakni menerjamahkan masalah-masalah yang diidentifikasi ke dalam pernyataan kebutuhan, (4) Merumuskan Tujuan, yakni menerjemahkan kebutuhan ke dalam pernyataan tujuan, (5) menyesuaikan tujuan, yakni menggabungkan tujuan baru dengan tujuan pembelajaran sekarang, (6) memvalidasi tujuan, dan (7) membuat prioritas tujuan.
BAB III
BalasHapusMENGIDENTIFIKASI KEBUTUHAN PEMBELAJARAN
Oleh: Nurwahida Ahmad
A. Kebutuhan pembelajaran
Kebutuhan adalah kesenjangan antara keadaan yang diamati saat inidengan keadaan yang diharapkan.
Rothwell dan Kazanas mengatakan adalah kesenjangan kinerja yang memisahkan apa yang orang diketahui, lakukan atau rasakan untuk dilakukan secara kompeten.
Pembelajaran adalah segala sesuatu yang dilakukan dengan maksud untuk memfasilitasi belajar. Atau upaya yang disengaja untuk mengelola kejadian atau peristiwabelajar dalam memfeasilitasi peserta didik sehingga memperoleh tujuan yang dipelajari.
Kebutuhan pembelajaran adalah kesenjangan antara kondisi realitas pembeajaran saat ini dengan kondisi ideal pembelajaran yang seharusnya dilakukan. Kondisi pembelajaran dapat diketahui melalui hasil penelitian orang lain, pengatamatan sendiri, atau yang dialami orang lain, dan yang dialami secara langsung di lapangan (sekolah, kampus atau dunia kerja)
B. Macam-macam kebutuhan:
Macam-macam kebutuhan menurut Burto dan Merril dalam Merrison, Ross, dan Kemp (2004: 32) mengidentifikasi enam kategori kebutuhan yaitu: kebutuhan normative, kebutuhan komparatif, kebutuhan yang dirasakan, kebutuhan ekspresif, kebutuhan intisipatif, kebutuhan insiden kritis.
Proses Identifikasi kebutuhan pembelajaran menurut Gentry (1994) ada tujuh proses yaitu: proses mengidentifikasi masalah, proses memvalidasi masalah, proses memformulasi kebutuhan, proses merumuskan tujuan, proses menyesuaikan tujuan, proses memvalidasi tujuan, proses membuat prioritas tujuan.
Burto dan Merrill dalam Morison, Ross, dan Kemp (2004:32) mengidentifisikasi enam kategori kebutuhan yang biasa digunakan untuk melakukan penilaian kebutuhan, yakni (1) Kebutuhan Normatif (normatif needs), yakni kebutuhan yang dapat diidentifikasi dengan membandingkan hasil yang dicapai peserta didik dengan standar regional atau nasional yang ada, (2) Kebutuhan Komparatif (comparative needs), kebutuhan ini hampir sama dengan kebutuhan normatif dalam hubungannya dengan perbandingan kondisi internal sekolah tau perusahaan dengan kondisi eksternal seperti standar nasional atau regional yang ada, (3) Kebutuhan yang Dirasakan (feel needs), yakni keinginan untuk memperbaiki keadaan suatu individu atau organisasi, (4) Kebutuhan Ekspresif (expressed needs), yakni kebutuhan yang dirasakan (felt needs) diubah ke dalam tindakan, (5) Kebutuhan Antisipatif/mendatang (anticipated or future needs), yakni suatu kebutuhan untuk mengidentifikasi perubahan yang terjadi di masa yang akan datang, (6) Kebutuhan Insiden Kritis (critical insident needs) adalah suatu kegagalan terhadap program tertentu yang sebenarnya jarang terjadi, tetapi memiliki konsekuensi signifikan dengan keberhasilan suatu program.
lanjutan...
BalasHapusC. Proses Identifikasi Kebutuhan
Pertama, mengidentifikasi masalah artinya mengumpulkan data untuk mennetukan masalah atau kesenjangan dalam suatu program atau proyek
Kedua, memvalidasi masalah merujuk pada upaya untuk menentukan apakah problem yang diidentifikasi merupakan masalah yang sebenarnya atau hanyalah satu gejala.
Ketiga, memformulasikan kebutuhan berarti menerjemahkan masalah-masalah yang diidentifikasi ke dalam pertanyaan ke butuhan
Keempat, merumuskan tujuan berarti menerjemahkan kebutuhan dalam pertanyaan tujuan yang menggambarkan ke mana arah perbaikan yang diinginkan termasuk menentukan informasi dan keterampilan apa yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk dapat menyelesaikan suatu pembelajaran
Kelima, menyesuaikan tujuan berarti menggabungkan tujuan baru dengan tujuan pembeajaran yang sekarang dalam suatu daftar tunggal , dengan meninggalkan atau mengubah tujuan yang ada sebelumnya setelah mempertimbangkan kesesuaian antara gaya belajar, pengetahuan, atau karakteristik peserta didikdengan ketersediaan fasilitas yang ada.
Keenam, memvalidasi tujuan yang telah disesuaikan berarti mengesahkan tujuan-tujuan berdasarkan kesesuaiannya dengan kelompok atau individu-individu yang belajar.
Ketujuh, membuat prioritas tujuan berarti membuat ranking atau urutan-urutan yang mendesak untuk dilakukan. Tentu saja keputusan untuk menentukan salah satu atau lebih tujuan berdasarkan hasil analisis terhadap peserta didik, konteks, dan peralatan.
RANGKUMAN BAB V
BalasHapusMENGANALISIS KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK
Dalam menganalisis peserta didik, Smaldino, Lowther, dan Russell (2008) mengajukan empat factor kunci yang menentukan keberhasilan di antaranya, (1) Karakteristik Umum (general characteristics), (2) Kemampuan Awal Khusus (specific entry competencies), (3) Gaya Belajar (Learning Styles), dan (4) Kecerdasan Jamak (Multiple Intelligences).
Karakteristik umum meliputi gambaran tentang umur, jenis kelamin (gender), tingkat, dan factor-faktor budaya dan social-ekonomi. Kemampuan awal khusus merujuk pada pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki atau belum dimiliki peserta didik, seperti pengetahuan prasyarat, kemampuan yang ditargetkan, dan sikap. Adapun gaya belajar merujuk pada ciri-ciri psikologis yang mempengaruhi bagaimana pandangan dan respons peserta didik pada berbagai stimulus yang diberikan. Ciri psikologis yang dimaksud adalah kekuatan dan kesukaan memberi persepsi, kebiasaan memproses informasi, motivasi, dan berbagai aspek psikologis lainnya. Jik merujuk pada pembagian yang dilakukan oleh McKenzie (2005), kecerdasan jamak dapat dikelompokkan ke dalam tiga wilayah atau domain, yakni (1) Domain Interatif, (2) Domain Analitik, dan (3) Domain Introspektif.
Domain interaktif merujuk pada kemampuan individu untuk berinteraksi dengan individu lain dengan menggunakan kecerdasan verbal-linguistic, interpersonal, dan badaniah-kinestetik yang dimiliki.
Domain analitik merujuk pada kemampuan untuk berpikir logis yang melibatkan alasan-alasan rasional yang mencakup kecerdasan logis-matematik, berirama music, dan kecerdasan naturalis
Domain introspektif dapat dicapai melalui proses afektif secara alamiah. Artinya, diperlukan keterlibatan aspek emosional untuk melihat sesuatu lebih dalam dari sekedar memandang, tetapi mampu membuat hubungan emosional antara apa yang sedang dipelajari dengan pengalaman masa lalu. Domain ini mencakup kemampuan visual, intrapersonal, dan eksistensial.
DESAIN PEMBELAJARAN
BalasHapusRANGKUMAN BAB V dan BAB VI
Oleh: Nurwahida Ahmad
BAB V: MENGANALISIS KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK
A. Karakteristik Peserta Didik
Mengelola perbedaan bukan berarti memberikan kebebasan untuk mengembangkan perbedaan tanpa disertai dengan pencarian persamaan. Tetapi mengelola perbedaan artinya menggali dan mengidentifikasi berbagai keunikan masing-masing, kemudian dibagi dan disalurkan sehingga terjadi interaksi yang saling membeutuhkan antara satu sama lain. Keunikan tersebut terdiri atas keunikan yang bersifat umum atau yang disebut dengan karakterisktik umum dan keunikan khusus atau disebut dengan karakteristik khusus.
Karateristik umum seperti perbedaan budaya, suku, agama, gender, dan latar belakang status social sangat berguna dalam mendesain pembelajaran, begitu pula dengan karakteristik khusus seperti perbedaan gaya belajar, kecerdasan, termasuk lingkungan belajar membawa dampak tersendiri dalam proses pembelajaran. Pembelajaran harus memahami karakteristik tersebut karena perbedaan anak memiliki perbedaan dalam cara belajar.
Dalam menganalisis karakteristik peserta didik terdapat empat faktor kunci yang menentukan keberhasilan belajar, yakni karakteristik umum (specific entry competencies), gaya belajar (learning style) kecerdasan jamak (miliple intelligences). Karakteristik meliputigambaran tentang umur, jenis kelamin (gender), tingkat dan faktor-faktor budaya dan social-ekonomi. Kemampuan awal khusus merujuk pada pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki atau belum dimiliki peserta didik, seperti pengetahuan prasyarat, kemampuan yang ditargetkan, dan sikap. Adapun gaya belajar merujuk pada ciri-ciri psikologis yang memengaruhi pandangan dan respons pesea didik pada berbagai stimulus yang diberikan.
Piaget berpendapat, umur memiliki relevansi tyang erat dengan perkembangan intelektual manusia. Umur 0-2 tahun disebut sebagai tahap sensor indrawi, umur 2-7 tahun disebut sebagai tahap perkembangan pra-operasional, umur 7-11 tahun masa tahap operasional konkret, dan umur 11-17 tahun disebut tahap operasional formal. Gender juga memengaruhi proses dan hasil pembelajaran. Menurut Carlo dkk., kelompok wanita lebih produktif dan oleh karena itu mempunyai skor motivasi, kohesi, interaksi, dan elaborasi yang lebih tinggi daripada kelompok pria.
Pengetahuan awal juga berpengaruh pada konsep dan pemahaman tentang sesuatu. Halhoun and Hestenes menemukan bahwa terdapat 30%-40% mahasiswa baru yang lulus pada jurusan Fisika pada berbagai universitas di Amerika Serikat, tidak paham tentang konsep fisika dan menemukan angka yang sama, 30%-40% juga bagi guru, dosen atau instruktur pada tingkat sekolah menengah pertama mempunyai konsep yang keliru tentang fisika disebabkan oleh pengetahuan awal mereka yang kelirutentang fisika.
Banyak orang membagi gaya belajar ke dalam empat kategori, visual, auditori, peraba, dan kinestetik. Sebagian yang lain membagi gaya belajar ke dalam tiga bagian, yaki peserta didik visual, auditori, dan kinestetik. Perbedaan gaya belajar menyebabkan terjadi perbedaan kesukaan dan cara memproses informasi. Kecerdasan jamak mencakup kecerdasan verbal-linguistik, matematik-logis, badaniah-kinestetik, visual-spasial, berirama-musik, interpersonal, intrapersonal, naturalistic, dan eksistensial-spritual.
BAB VI: Pengertian Tujuan Pembelajaran Khusus
BalasHapusTujuan pembelajaran khusus dipahami sebagai deskripsi dari suatu kinerja yang diinginkan untuk mampu ditunjukkan oleh peserta didik sebelum guru, dosen, atau instruktur menganggap mereka kompeten. Tujuan pembelajaran khusus menjelaskan hasil yang diinginkan, daripada proses itu sendiri. Teacher and Educational Development of University of new Mexico (2010) membuat definisi tentang tujuan pembelajaran khusus adalah perynataan hasil yang secara khusus menagkap bagaimana pengetahuan, keterampilan, sikap yang harus peserta didik dapat tunjukkan dalam mengikuti pembelajaran, jelaslah bahwa tujuan pembelajaran khusus merupakan pernyataan secara khusus yang mencakup pengetahuan, sikap dan keterampilan yang ingin dikuasai oleh peserta didik setelah menyelesaikan pembelajaran.
B. Klasifikasi tujuan pembelajaran khusus
Tiga domain belajar yang mencakup domain kognitif yang menekankan tingkatan berpikir, domain afektif yang merujuk kepada sikap dan perasaan, serta domain psikomotor yang menekankan tindakan seperti telah dijabarkan pada bab 4 merupakan pijakan dasar merumuskan tujuan pembelajaran khusus. Begitu pula dengan lima kemampuan yang ditawarkan oleh Gagne yang mencakup keterampilan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, sikap, keterampilan, motorik merupakan cara efektif dalam merumuskan tujuan pembelajaran khusus.
Bloom memberikan kategori berdasarkan stratifikasi pemikiran tingkat rendah (lower order thinking) dan pemikiran tingkat tinggi (higher order thinking) atau mencakup tiga kategori, yakni kategori mudah, sedang, dan sulit. Kategori mudah untuk domain kognisi seperti pengetahuan dan pemahaman, kategori sedang terdiri dari aplikasi dan kategori tinggi mencakup analisis, sintesis, dan evaluasi. Domain afeksi mencakup sikap dimana kita menghubungkan sesuatu secara emosional seperti perasaan, nilai apresiasi, antusiasme, motivasi, dan sikap. Domain psikomotor berhubungan dengan gerakan fisik, koordinasi, dan penggunaan keterampilan terutama daerah motor.
Untuk memudahkan perumusan tujuan yang akurat sebaiknya memenehui kriteria SMART (specific, measurable, attainable, realistic, dan targeted atau time bound) atau audience, behavior, condition, dan degree (ABCD).